Meningkatnya perang dagang AS-Tiongkok pada tahun 2025, khususnya dengan Amerika Serikat yang mengenakan tarif hingga 125% pada barang-barang Tiongkok, siap untuk mengganggu industri pakaian global secara signifikan. Sebagai salah satu produsen pakaian terbesar di dunia, Tiongkok menghadapi tantangan yang sangat besar.
Namun, produsen Tiongkok, yang telah lama menjadi pusat produksi pakaian global, kemungkinan akan mengambil langkah proaktif untuk mengurangi dampak tarif ini. Tindakan ini dapat mencakup penawaran harga yang lebih kompetitif dan ketentuan yang menguntungkan bagi negara lain, memastikan bahwa barang mereka tetap menarik di pasar global yang semakin terbebani oleh tarif.
1. Meningkatnya Biaya Produksi dan Kenaikan Harga
Salah satu dampak langsung dari tarif AS adalah peningkatan biaya produksi bagi produsen Tiongkok. Banyak merek pakaian global, terutama di pasar kelas menengah ke bawah, telah lama mengandalkan kemampuan manufaktur Tiongkok yang hemat biaya. Dengan pengenaan tarif yang lebih tinggi, merek-merek ini menghadapi peningkatan biaya produksi, yang kemungkinan akan menyebabkan harga eceran yang lebih tinggi. Akibatnya, konsumen, terutama di pasar yang sensitif terhadap harga seperti AS, mungkin akan membayar lebih mahal untuk pakaian favorit mereka.
Sementara beberapa merek kelas atas mungkin dapat menyerap kenaikan biaya karena posisi premium mereka, merek dengan harga lebih rendah mungkin akan kesulitan. Namun, perubahan dinamika harga ini menciptakan peluang bagi negara-negara lain dengan kemampuan produksi yang hemat biaya, seperti India, Bangladesh, dan Vietnam, untuk menguasai pangsa pasar global yang lebih besar. Negara-negara ini, dengan biaya produksi yang lebih rendah, diposisikan untuk memanfaatkan gangguan rantai pasokan dan tarif yang dihadapi oleh produsen Tiongkok.

2. Produsen Tiongkok Menawarkan Persyaratan yang Lebih Menguntungkan bagi Negara Lain

Sebagai respons terhadap tarif ini, produsen pakaian jadi Tiongkok kemungkinan akan lebih akomodatif terhadap pasar internasional lainnya. Untuk mengimbangi dampak tarif AS, sektor manufaktur Tiongkok dapat menawarkan diskon tambahan, jumlah pesanan minimum (MOQ) yang lebih rendah, dan ketentuan pembayaran yang lebih fleksibel ke negara-negara di luar AS. Ini bisa menjadi langkah strategis untuk mempertahankan pangsa pasar di kawasan seperti Eropa, Asia, dan Afrika, tempat permintaan akan pakaian jadi yang terjangkau tetap tinggi.
Misalnya, produsen Tiongkok mungkin menawarkan harga yang lebih kompetitif untuk pasar Eropa dan Asia Tenggara, membantu menjaga daya tarik produk mereka meskipun biaya produksi lebih tinggi. Mereka juga dapat meningkatkan layanan logistik, menyediakan perjanjian perdagangan yang lebih menguntungkan, dan meningkatkan layanan bernilai tambah yang mereka tawarkan kepada klien luar negeri. Upaya ini akan membantu Tiongkok mempertahankan keunggulan kompetitifnya di pasar pakaian global, bahkan saat pasar AS menyusut karena tarif yang lebih tinggi.
3. Diversifikasi Rantai Pasokan dan Penguatan Kemitraan Global
Dengan tarif baru tersebut, banyak merek pakaian global akan dipaksa untuk menilai kembali rantai pasokan mereka. Peran China sebagai simpul utama dalam rantai pasokan pakaian global berarti bahwa gangguan di sana akan berdampak berjenjang di seluruh industri. Karena merek-merek berusaha untuk mendiversifikasi sumber manufaktur mereka untuk menghindari ketergantungan yang berlebihan pada pabrik-pabrik China, hal ini dapat menyebabkan peningkatan produksi di negara-negara seperti Vietnam, Bangladesh, dan Meksiko.
Namun, membangun pusat produksi baru membutuhkan waktu. Dalam jangka pendek, hal ini dapat menyebabkan kemacetan rantai pasokan, keterlambatan, dan biaya logistik yang lebih tinggi. Untuk mengurangi risiko ini, produsen Tiongkok dapat memperkuat kemitraan mereka dengan negara-negara ini, membentuk aliansi strategis yang memungkinkan teknologi bersama, upaya produksi bersama, dan solusi yang lebih hemat biaya bagi industri pakaian global. Pendekatan kolaboratif ini dapat membantu Tiongkok mempertahankan pangsa pasar globalnya, sekaligus membina hubungan yang lebih kuat dengan pasar-pasar berkembang.

4. Meningkatnya Harga Konsumen dan Perubahan Permintaan

Biaya produksi yang lebih tinggi, yang diakibatkan oleh peningkatan tarif, pasti akan menyebabkan kenaikan harga pakaian. Bagi konsumen di AS dan pasar maju lainnya, ini berarti mereka mungkin harus membayar lebih mahal untuk pakaian, yang berpotensi mengurangi permintaan secara keseluruhan. Konsumen yang sensitif terhadap harga mungkin beralih ke alternatif yang lebih terjangkau, yang dapat merugikan merek yang mengandalkan produksi Tiongkok untuk barang-barang berharga murah mereka.
Namun, seiring dengan kenaikan harga yang dilakukan produsen Tiongkok, negara-negara seperti Vietnam, India, dan Bangladesh dapat menawarkan alternatif dengan harga yang lebih rendah, sehingga mereka dapat menguasai pangsa pasar dari produk buatan Tiongkok. Pergeseran ini dapat menghasilkan lanskap produksi pakaian yang lebih beragam, di mana merek dan pengecer memiliki lebih banyak pilihan untuk mendapatkan pakaian yang hemat biaya, dan keseimbangan kekuatan dalam produksi pakaian global dapat perlahan bergeser ke pasar-pasar yang sedang berkembang ini.
5. Strategi Jangka Panjang Produsen Tiongkok: Peningkatan Kerjasama dengan Pasar Berkembang
Melihat lebih jauh dari dampak perang dagang langsung, produsen Tiongkok kemungkinan akan semakin mengalihkan perhatian mereka ke pasar-pasar berkembang, seperti pasar-pasar di Afrika, Asia Tenggara, dan Amerika Latin. Pasar-pasar ini memiliki permintaan konsumen yang meningkat akan pakaian jadi yang terjangkau dan merupakan rumah bagi tenaga kerja berbiaya rendah, sehingga menjadikannya alternatif yang ideal bagi Tiongkok untuk jenis produksi pakaian jadi tertentu.
Melalui inisiatif seperti inisiatif "Belt and Road", Tiongkok telah berupaya untuk memperkuat hubungan perdagangan dengan negara-negara tersebut. Sebagai respons terhadap krisis tarif, Tiongkok dapat mempercepat upaya untuk menawarkan persyaratan yang menguntungkan bagi kawasan tersebut, termasuk perjanjian perdagangan yang lebih baik, usaha patungan manufaktur, dan harga yang lebih kompetitif. Hal ini dapat membantu produsen Tiongkok mengurangi dampak dari hilangnya pesanan dari pasar AS sekaligus memperluas pengaruh mereka di pasar yang tumbuh cepat.

Kesimpulan: Mengubah Tantangan Menjadi Peluang Baru
Meningkatnya perang dagang AS-Tiongkok pada tahun 2025 tidak diragukan lagi membawa tantangan yang signifikan bagi industri pakaian global. Bagi produsen Tiongkok, peningkatan tarif dapat menyebabkan biaya produksi yang lebih tinggi dan gangguan dalam rantai pasokan, tetapi rintangan ini juga menghadirkan peluang untuk berinovasi dan melakukan diversifikasi. Dengan menawarkan persyaratan yang lebih menguntungkan bagi pasar non-AS, memperkuat kemitraan dengan negara-negara berkembang, dan mengoptimalkan proses produksi, produsen pakaian Tiongkok dapat mempertahankan keunggulan kompetitif di pasar global.
Dalam lingkungan yang penuh tantangan ini,ZIYANG, sebagai produsen pakaian jadi yang berpengalaman dan inovatif, memiliki posisi yang baik untuk membantu merek-merek melewati masa-masa sulit ini. Dengan solusi OEM dan ODM yang fleksibel, praktik produksi yang berkelanjutan, dan komitmen terhadap produksi berkualitas tinggi, ZIYANG dapat membantu merek-merek global beradaptasi dengan realitas baru pasar pakaian jadi global, membantu mereka menemukan peluang baru dan berkembang dalam menghadapi tantangan perdagangan.

Waktu posting: 10-Apr-2025